KASUS PELANGGARAN ETIKA BISNIS 2021
NIM :
01218036
“FOOD VLOGER MGDALENAF DITIPU ADMINNYA SENDIRI”
Pelaku yang
melanggar : Gita Cinta Kintamani
Akbar (Admin Mgdalenaf)
Korban yang
dirugikan : Magdalena Fridawati
(Food Vlogger)
Dasar hokum
pelanggaran : Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan Pasal 263 KUHP tentang
Pemalsuan Surat.
Dasar hokum
pelanggaran yang dilakukan oleh Gita Cinta Kintamani Akbar selaku admin dari
Mgdalenaf telah sesuai yakni pasal 378 KUHP dan pasal 263 KUHP yang akan
diproses dan dipertanggung jawabkan di pengadilan karena pelaku telah sangat
merugikan Mgdalenaf secara materil dan immaterial serta sangat merugikan para
UMKM seperti yang telah tertulis pada artikel dibawah ini;
Mgdalenaf
yang merupakan food vlogger ternama mengaku sangat kecewa dengan ulah admin
endorse-nya sendiri, Gita Cinta Kintamani Akbar yang tega melakukan penipuan
mengatasnamakan dirinya. Mgdalenaf dalam akun Instagram-nya baru-baru ini
mengaku bahwa dirinya merasa sangat dirugikan dengan aksi penipuan Gita, baik
dari sisi materil maupun immateril yaitu reputasi dan nama baiknya.
"Lebih dari sekadar kerugian
materil, saya merasa sangat dirugikan dari sisi nama baik dan reputasi
(immateril)," unggah Mgdalenaf.
Dia pun
menceritakan sudah lebih dari 5 tahun, dirinya dan tim berusaha untuk membangun
platform media sosial ini agar dapat bermanfaat bagi orang lain. Mgdalenaf pun
mengatakan, dalam kurun waktu satu tahun terakhir ini fokus untuk membuat
konten secara sukarela maupun berbayar untuk membantu para UMKM selama masa
pandemi Covid-19. Namun, Mgdalenaf tak menyangka niatan baiknya itu malah
seenaknya dihancurkan oleh Gita dengan melakukan penipuan, penggelapan dan
pemalsuan surat sejak Juni 2020 hingga Mei 2021 ini demi keuntungan pribadinya.
Terkait dengan aksi adminnya sendiri yang tega melakukan penipuan, Mgdalenaf
mengatakan akan membawa kasus ini ke ranah hukum, dengan harapan mendapat
tindakan yang seadil-adilnya supaya tak ada korban.
"Saya merasa sangat kecewa dan
akan melakukan proses hukum terkait hal ini yang akan dibantu oleh kuasa hukum
asya. Semoga tindak pidana terkait bisa diproses seadil-adilnya agar tidak ada
lagi korban ataupun UMKM yang dirugikan," jelasnya.
Mgdalenaf
pun berharap niatan baiknya untuk membawa kasus itu ke ranah hukum bisa dihargai
oleh pelaku untuk bertanggung jawab sepenuhnya akan kerugian yang sudah
terjadi. Dalam kolom keterangannya, Mgdalenaf menceritakan bahwa ada seorang
pemilik UMKM yang jadi korban penipun Gita. Pemilik UMKM tersebut bahkan sampai
harus meminjam uang demi melakukan endorse kepada Mgdalenaf. Namun, dengan
teganya pelaku memainkan yang tersebut.
"Kemarin
saya ada telepon langsung dengan salah satu Ibu pemilik UMKM yang menjadi
korban, beliau bahkan harus meminjam uang dari banyak pihak demi melakukan
endorse. Namun, uangnya diputar sejak bulan November 2020, tidak diberikan hak
yang sesuai, diberi informasi palsu, sampai surat pernyataan palsu
(penyalahgunaan tanda tangan saya) bahwa akan diberikan bonus video TANPA
HAK," tulis Mgdalenaf.
Sumber berita : https://www.indozone.id/seleb/5jsY54J/mgdalenaf-kecewa-jadi-korban-penipuan-admin-sendiri-kasus-berlanjut-ke-ranah-hukum/read-all
“INVESTASI BODONG 212 MART DI SAMARINDA”
Pelaku yang
melanggar : Pengurus komunitas
koperasi syariah 212 mart.
Berinisial PN selaku ketua, serta 3 lainnya adalah RJ, HB dan MS.
Korban yang dirugikan :
Warga / Anggota komunitas yang menjadi investor di koperasi syariah 212 mart.
Dasar hokum
pelanggaran
·
Pasal 46
Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan.
·
Pasal 59
Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, serta dikualifikasikan
sebagai kejahatan.
·
Hukum pidana
menurut Pasal 378 KUHP mengancam pidana terhadap kegiatan investasi sebagai
kejahatan penipuan investasi.
Kasus
pelanggaran etika bisnis yang dilakukan oleh pengurus komunitas koperasi
syariah 212 mart merupakan kasus yang berat karena melakukan penipuan berkedok
investasi untuk mendirikan sebuah usaha Toko 212 Mart di Samarinda pada 2018
melalui sebuah tautan WhatsApp. Dengan korban sebanyak hampir 600 orang dan
dengan kerugian mencapai Rp. 2 Miliar. Maka para pelaku tersebut telah
menyalahi 3 pasal dan seharusnya mendapat tindak pidana sebagai berikut :
1.) Pasal 46 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang No.
10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang berbunyi :
(1) Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito,
tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu tanpa izin usaha
dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17, diancam dengan
pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.
10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah).
(2) Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas,
perserikatan, yayasan atau koperasi, maka penuntutan terhadap badan-badan
dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang memberi perintah melakukan
perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan itu atau
terhadap kedua-duanya.
2.)
Pasal 59
Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, serta dikualifikasikan
sebagai kejahatan, yang berbunyi :
(1) Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha
Bank Syariah, UUS, atau kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk Simpanan atau
Investasi berdasarkan Prinsip Syariah tanpa izin usaha dari Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 22 dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan
paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
(2) Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh badan hukum, penuntutan terhadap badan hukum
dimaksud dilakukan terhadap mereka yang memberi perintah untuk melakukan
perbuatan itu dan/atau yang bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan itu.
3.)
Hukum pidana
menurut Pasal 378 KUHP mengancam pidana terhadap kegiatan investasi sebagai
kejahatan penipuan investasi, yang berbunyi :
Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan
diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menggunakan nama palsu
atau martabat (hoedaningheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian
kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya,
atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena
penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Kasus investasi bodong yang saya ulas
tersebut saya dapatkan dari artikel dibawah ini :
Samarinda - Sejumlah warga melaporkan pengurus
Komunitas Koperasi Syariah 212 Mart di Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim), ke
Polresta Samarinda. Mereka mengaku menjadi korban atas kasus penipuan dan
penggelapan dana investasi pengurus 212 Mart. Lembaga Konsultasi dan Bantuan
Hukum (LKBH) Lentera Borneo mendampingi 13 warga yang diduga menjadi korban
kasus tersebut. Dalam kasus ini, diduga kerugian korban mencapai Rp 2 miliar.
"Korban seluruh ada hampir 600 orang.
Tetapi yang baru memberi laporan resmi dan memberi kuasa ke pihak kami baru 13
orang. Tapi nanti akan bertambah secara bertahap," kata tim kuasa hukum
LKBH Lentera Borneo, I Kadek Indra Kusuma Wardana, saat dihubungi, Rabu
(5/5/2021).
"Akumulasi seluruh korban yang berjumlah
sekitar 600-an, kerugiannya sekitar Rp 2 miliar 25 juta," tambahnya. Dia
mengatakan para korban akan dimintai keterangan secara bertahap ke Polresta
Samarinda mulai Kamis (6/5) besok. Empat orang pengurus Komunitas Koperasi
Syariah 212 Mart adalah PN, RJ, HB, dan MS.
"Karena sifatnya laporan tertulis, tentu
kami dari pihak pelapor yang memberi keterangan dulu, menjelaskan kronologinya.
Karena sebelum naik ke penyidikan tentu harus dilengkapi dulu dua alat
buktinya," katanya.
Awal mula kasus ini berawal dari ajakan
investasi untuk mendirikan sebuah usaha Toko 212 Mart di Samarinda pada 2018
melalui sebuah tautan WhatsApp. Pembentukan toko dilakukan dengan metode
pengumpulan dana investasi masyarakat secara terbuka dengan melakukan transfer
minimal Rp 500 ribu hingga maksimal Rp 20 juta. Setelah mendapatkan dana
investasi lebih dari Rp 2 miliar, terbentuklah secara bertahap 3 unit toko 212
Mart yang berdiri di kawasan Jalan AW Sjahranie, Jalan Bengkuring, serta di
Jalan Gerilya. Dua tahun berjalan, para penyumbang dana mulai curiga dengan
kegiatan operasional 212 Mart.
"Awal 2020, karena beberapa gerai itu
tutup. Kemudian ada tagihan dari supplier yang tak terbayar, tagihan ruko, dan
gaji pegawai yang tak terbayarkan. Lalu laporan keuangan terkesan dibuat
asal-asalan," katanya. Kadek mengatakan pihaknya menyerahkan kepada pihak
kepolisian untuk mengusut kasus tersebut. Dia belum dapat memastikan perbuatan
pidana yang dilakukan para pengurus 212 Mart tersebut. "Kita tidak bisa
memastikan kejahatan yang sudah dilakukan. Tapi karena permasalahan ini tidak
ada titik jelasnya. Dugaan kami antara penipuan, penggelapan, dan pengumpulan
dana secara ilegal. Kenapa kami sebut ilegal? Karena koperasi tidak sesuai
aturan dan tidak terdaftar di dinas terkait. Ini juga mempersulit kami dalam
pengumpulan data dari dinas terkait," ungkapnya.
Kasat Reskrim Polresta Samarinda Kompol Andika
Dharma Sena membenarkan ada pihak yang melapor menjadi korban atas investasi di
Koperasi Syariah 212 Mart. Pihaknya akan memintai keterangan pelapor terlebih
dahulu. "Kita sudah bentuk tim. Cuma yang jelas kami klarifikasi para
pihak dulu, termasuk para korban. Kemungkinan besok. Kita masih lidik dulu
nih," kata Kompol Andika saat dimintai konfirmasi terpisah.
Sumber
artikel : https://www.cnbcindonesia.com/news/20210505141853-4-243402/dugaan-investasi-bodong-212-mart-begini-modusnya
“PENCEMARAN LINGKUNGAN SELAMA 34 TAHUN OLEH PT. TOBA PULP LESTARI DI
KABUPATEN TOBA”
Pelaku yang
melanggar : PT. TOBA PULP LESTARI
Korban yang dirugikan :
Warga Kampung Parbulu, Kabupaten Toba, Sumatera Utara
Dasar hukum
pelanggaran : Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (“UU PPLH”) dengan
ancaman pidana berdasarkan Pasal 60 UU PPLH dan Pasal 104 UU PPLH.
PT. TOBA
PULP LESTARI sudah mencemari lingkungan di Kabupaten Toba khususnya di wilayah
Kampung Parbulu selama 34 tahun, yang membuat warga merasa terdzalimi adalah warga
setempat mengalami penderitaan karena air hingga udara tercemar oleh limbah
perusahaan yang mengakibatkan warga setempat mengalami luka berupa
gatal-gatal hingga bernanah serta menimbulkan korban jiwa dan sawah milik warga
setempat hancur karena banyak cairan limbah yang mengalir disawah. Lalu
pada
tahun 2019 warga setempat tidak memberikan izin perusahaan tersebut untuk
beroperasi dan melaporkan perusahaan
tersebut ke Bareskrim pada atas dugaan penyerobotan lahan. Laporan polisi (LP) tersebut teregister dengan nomor
LP/103/V/2019/SU/TBS. Namun terbit banyak izin yang dimiliki perusahaan
tersebut.
Atas
tindakan tersebut PT. Toba Pulp Lestari telah melanggar Pasal 1 angka 14
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan
Lingkungan Hidup, yang berbunyi “Masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,
energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia
sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Pada
dasarnya setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
hidup wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan serta
melakukan pemulihan lingkungan hidup.”
Karena
perusahaan tersebut tidak melakukan upaya penanggulangan pencemaran dan
pemulihan lingkungan hidup, maka seharusnya perusahaan tersebut mendapat tindak
pidana sesuai berikut :
·
Pasal 60 UU PPLH
Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah
dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin.
·
Pasal 104 UU PPLH
Setiap orang yang melakukan dumping limbah
dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Kasus Pencemaran Lingkungan yang saya ulas tersebut saya dapatkan dari
artikel dibawah ini :
Diduga Cemari Lingkungan 34 Tahun,
Pabrik di Toba Diadukan ke Bareskrim
Adhyasta Dirgantara - detikNews
Selasa, 08 Jun 2021 17:08 WIB
Jakarta - Warga Kabupaten Toba, Sumatera Utara
(Sumut), datang ke Bareskrim Polri untuk melaporkan sebuah perusahaan yang
diduga mencemari lingkungan hidup selama 34 tahun. Warga berharap pencemaran
segera berakhir.
"Kedatangan kita ke Bareskrim ini adalah
tindak lanjut daripada pencemaran yang sedang terjadi di Kampung Parbulu,
Kabupaten Toba. Jadi, kita kemarin menghubungi Kapolri untuk penuntasan
permasalahan pencemaran yang sudah dilakukan dan terjadi selama 34 tahun. Tidak
selesai-selesai hingga sekarang," ujar Pendeta Faber Manurung di Bareskrim
Polri, Selasa (8/6/2021). Sebenarnya warga telah melaporkan perusahaan tersebut
ke Bareskrim pada 2019 atas dugaan penyerobotan lahan. Laporan polisi (LP)
tersebut teregister dengan nomor LP/103/V/2019/SU/TBS. Faber menjelaskan warga
setempat mengalami penderitaan karena air hingga udara tercemar oleh limbah
perusahaan tersebut. Menurutnya, warga setempat tak pernah memberikan izin untuk
perusahaan itu beroperasi.
"Kemudian air yang kemarin sudah diteliti
yang keasamannya sangat tinggi. Dan itu terjadi setelah perusahaan Toba Pulp
Lestari ada. Kita jadi menderita. Pencemaran ini telah mengakibatkan bagi kami
korban," jelasnya.
"Sampai sekarang kita nggak pernah
berikan izin mulai dari adanya PT Toba Pulp Lestari. Tapi kenapa bisa ada
terbit banyak izin. Nah itu yang kita ingin Bareskrim menelusuri dan usut
tuntas kenapa kami dizalimi terus. Jadi kami mohon melalui Bareskrim tuntaskan
ini semua. Kami sudah ada laporannya supaya ditindaklanjuti," sambung
Faber. Kemudian, Faber mengungkapkan limbah dari pabrik mengakibatkan warga
setempat mengalami luka berupa gatal-gatal hingga bernanah. Bahkan Faber
mengaku sawahnya hancur karena banyak cairan limbah PT Toba Pulp Lestari yang
mengalir.
"Airnya luar biasa itu membuat
gatal-gatal. Ada adik saya sampai sekarang dia itu badannya seperti
nanah-nanah. Itu 2 tahun kemarin kejadiannya. Karena staminanya lemah, itu
membuat nggak sembuh-sembuh sampai sekarang. Bukan hanya gatal-gatal.
Sawah-sawah kita hancur. Salurannya masuk ke sawah. ini tanah kuburan kita,
adik saya dikubur di sana, diembat juga," ucapnya. Hanya, Faber tidak
menunjukkan LP atas kasus dugaan pencemaran lingkungan hidup. Dia mengklaim
kasus itu sudah masuk tahap penyelidikan lantaran sebelumnya pernah membuat LP
atas dugaan penyerobotan lahan.
"Iya, mereka menyerobot. Nah, jadi wajar
saya menyuarakan ini pencemaran lingkungan hidup. Perusahaan itu bergerak di
bidang pengolahan bubur kertas," tutup Faber.
“PELANGGARAN ETIKA CSR”
Sungai citarum masuk dalam
kategori sungai terkotor di dunia, Sungai citarum dicemari oleh kurang lebih
20.000 ton sampah dan 340.00 ton air limbah fengan mayorias penyumbang limbah
tersebut berasal dari 2000 industri tekstil. Perusahaan sebagai bagian dari
masyarakat memiliki tanggung jawab sosial untuk memperhatikan kondisi
stakeholder yang dalam kasus Sungai Citarum adalah lingkungan hidup dan
masyarakat yang terkena dampak akibat pencemaran yang terjadi di sepanjang
Daerah Aliran Sungai Citarum. Tanggung jawab sosial perusahaan atau yang biasa
disebut sebagai Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan proses penting
dalam berbisnis sebagai gestur perusahaan untuk memberikan kembali sebagian
dari keuntungan yang didapatkan dari masyarakat untuk kesejahteraan masyarakat.
Hal ini semakin populer seiring dengan berkembangnya diskusi global maupun
lokal terhadap isu-isu lingkungan dan sosial yang terjadi di masyarakat. CSR
juga merupakan bagian dari konsep Triple Bottom Line yang dikemukakan oleh John
Elkington. Pada konsep ini, perusahaan harus memiliki perhatian yang sama
terhadap lingkungan hidup dan sosial sebagaimana mereka memberikan perhatian
untuk menghasilkan keuntungan yang tertuang dalam tiga aspek yaitu profit,
people, dan planet. Triple Bottom Line bertujuan untuk mengukur perusahaan
dalam memberi dampak terhadap lingkungan selama mereka beroperasi.
Pencemaran lingkungan hidup menurut Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UU PPLH”) adalah masuk
atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan
hidup yang telah ditetapkan.
“PELANGGARAN IKLAN BIMBINGAN BELAJAR
DAN IKLAN SEDOT WC“
Pelaku yang Melanggar : Pemasang Iklan Belajar dan Iklan Sedot WC
Korban yang Dirugikan : SMPN 18 Kota Jambi
Dasar hukum
pelanggaran : pasal 4.5.2. yang berisikan "wajib
menghormati dan menjaga kualitas bangunan atau lingkungan sekitar".
Iklan yang berada di salah satu halte di depan
SMPN 18 Kota Jambi. Iklan ini ditempatkan di tiang halte dengan cara di tempel
menggunakan lem, yang membuat halte tersebut menjadi kotor dan pemasangan ini
termasuk merusak salah satu fasilitas Kota. sama dengan iklan nomor dua
penempatan iklan ini mengganggu dan melanggar pasal 4.5.2. yang berisikan "wajib menghormati dan menjaga
kualitas bangunan atau lingkungan sekitar".
Dengan Pelanggaran tersebut seharusnya korban
yakni SMPN 18 Kota Jambi melakukan tindakan dengan mencabut iklan yang
terpasang di wilayah tersebut karena tidak sesuai dengan etika pariwara.
Komentar
Posting Komentar